Belajar Dalam Kondisi Rileks

Ibrahim Vatih
30 July 2011

Rileks pada dasarnya adalah suatu kondisi psikis dimana seseorang mampu masuk pada kondisi yang tenang.

Kondisi tenang adalah kondisi dimana seseorang bisa fokus pada satu objek tanpa menambahkan hal lain dan dengan rileks sesorang akan mampu memahami apa yang betul-betul dipikirkannya.

Seseorang yang mampu masuk pada fase rileks dan tenang, maka akan lebih lembut dan mudah menganalisa hal yang rumit dan complicated, dan menghasilkan kesimpulan atau vonis yang bijak sesuai dan tepat guna dengan kondisi dalam menghasilkan solusi yang terbaik dalam setiap segmen dan pemetaannnya. ~Google

Itu juga salah satu alasan saya memilih berhenti sekolah. “Hey! Kenapa selalu tentang sekolah? Tak ada pembahasan lain tentang ini?“. Saya sendiri juga tidak tahu, mengapa selalu tentang sekolah. Hanya, yang saya rasakan bahwa kurang lengkap rasanya kalau tak mengangkat tema sekolah dalam segala bidang. Ya, karena semua hal banyak bermula dari sekolah.

Bagaimana bisa rileks, kalau ternyata yang kita pelajari bukanlah hal yang kita senangi? Ternyata bukan minat kita? Boro-boro menjadi bakat, minat saja tidak.

Oke, kembali pada kebiasaan saya yang memang lebih senang mempelajari banyak hal dalam kondisi rileks. Untuk orang jaman sekarang, kondisi ini bisa diraih ketika hendak tidur malam, ketika sudah menuntaskan kegiatan sehari penuh. Dan dengan prinsip kebebasan yang saya anut, saya bisa lebih sering mendapatkan kondisi rileks.

Sebagai contoh ringan, saya sangat gemar dan cinta terhadap coding, pemrograman website. Pernah ada seorang kawan yang berkata, “Gue belajar IT bertaun-taun, tapi tetep engga ngerti sama bahasa pemrograman website, lah elu cuma baca buku sama buka internet beberapa bulan udah bikin-bikin proyek website.

Ya, kawan itu berkata demikian karena memang ia tidak pernah mendapati dirinya dalam keadaan rileks ketika sedang mempelajari pemrograman website. Seperti kalimat yang saya tuliskan di atas tadi. “Bagaimana bisa rileks, kalau ternyata yang kita pelajari bukanlah hal yang kita senangi?” Dan perlu digaris bawahi bahwa kata “senang” itu bukanlah hal yang hanya panas sesaat, seperti aroma tahun baru yang lenyap dalam seminggu. Atau dalam bahasa rakyat, anget-anget tai ayam.

Kagum ketika ada orang bisa membuat website yang interaktif, kemudian terbesit dalam bayangan bahwa suatu saat akan menjadi seperti orang tersebut yang mampu membuat website dengan macam-macam tawaran proyek. Kemudian memutuskan untuk kuliah mengambil jurusan IT dan fokus pada pemrograman website.

Bukan, bukan seperti itu. Kalau itu, saya meyebutnya sebagai sensasi. Sebuah rasa yang timbul secepat hilangnya pula. Bagi saya ini seperti halnya sebuah penyakit yang terkadang membuat kita jadi salah arah juga salah langkah.

Mencari minat dan bakat atau bahasa yang agak kerennya passion itu membutuhkan proses yang mungkin bisa dibilang cukup memakan waktu. Kalau saya meneybutnya ada masa try error. Nah, yang sering menjadi keteledoran adalah seseorang tetap melanjutkan try error nya meski dia sudah tahu dan sadar bahwa dia tidak cocok di air -lhoh. Seperti contoh pada teman yang saya ceritakan di atas tadi. Masa try error itu bisa dilakukan tanpa perlu melibatkan banyak pihak seperti masuk kampus. Cukup dengan melibatkan diri sendiri dengan menjajal seberapa tahan dan seberapa jauh diri ini mampu menikmati sensasi yang timbul akibat melihat sesuatu hal yang baru itu tadi. Seperti dengan membeli buku, mencari informasi dari pihak-pihak yang berkompeten, atau bergabung dengan komunitas. Jalur-jalur seperti ini lebih aman untuk kita, juga untuk orang-orang sekitar kita. Aman dalam arti ditinjau dari segi biaya, waktu, tenaga, dan manfaat yang nantinya didapat.

Nah, kalau hal ini sudah ditemukan, biasanya kendala selanjutnya bagi kita untuk menikmati kebebasan rileks itu adalah orang tua. Mereka ingin anaknya seperti apa yang mereka harapkan. Bukan sekedar “menjadi orang”, tapi benar-benar harus mengikuti titah dan dikte yang keluar dari bahasa mulut dan tubuh mereka. Kalau tidak, maka amarah yang akan mereka sampaikan. Biasanya seperti itu.

Kalau sudah begini, ketika saya sedang mengalami perbedaan pendapat dengan orang tua. Maka hal pertama yang saya lakukan adalah bukan dengan tetap ngotot mempertahankan pilihan secara terang-terangan.

Pertama, dekati dan mintai pendapat lagi kepada mereka terhadap hal-hal yang ada dalam pikiran kita itu tadi. Minimal dari sana akan ada clue selanjutnya untuk terus mengambil hati perlahan-lahan. Biasanya akan ada banyak nasihat yang mereka berikan. Nah, dari sana akan ada banyak celah yang bisa kita ambil untuk menyamakan visi dan misi antara pemikiran atau pendapat kita dengan versi orang tua. Ketika diskusi sudah sampai pada tahap ini. Maka tinggal ditarik kesimpulan dan sampaikan benang merahnya.

Karena biasanya orang tua itu memiliki pandangan lain terhadap suatu masalah, namun sebenarnya jika dilihat dari frame sebaliknya ternyata sama dengan apa yang kita inginkan. Nah, pola komunikasi ini yang harus terjalin dengan baik. Akan ada sinergi yang baik, ketika satu per satu kekusutan itu terurai.

Kesimpulannya, saya sangat menikmati kondisi dan suasana rileks yang senantiasa bisa saya hadirkan kapan saja saya mau. Contoh ringkasnya, ketika ada tawaran untuk membuat website, saya cari tahu dulu latar belakang orang yang bersangkutan, mengadakan sedikit pembicaraan, ketika saya menyimpulkan bahwa orang tersebut sedikit ‘bermasalah’ dalam sikap penghargaan moral pada orang lain, dalam hal ini saya sebagai penyedia jasa calon klien tersebut, maka saya putuskan untuk tidak menerima tawaran pembuatan website tersebut meski dengan nominal yang tidak sedikit. Tentu hal itu akan mengganggu saya dalam menikmati kebebasan hidup yang telah mendarah daging dalam diri ini, heheh.

Mari belajar untuk bisa rileks. Minimal tersenyum pada saudaranya.
Memiliki pandangan lain terhadap pembahasan ini? Menurut kamu bagaimana?