Akhirnya, Naik Pesawat Juga

Ibrahim Vatih
25 January 2012

Naik Pesawat

Norak, iya, saya tau. Dan emang saya sengaja nulis ini biar keliatan norak. Hahay!

Naik pesawat adalah salah satu impian saya, ketika 4 tahun lalu memutuskan untuk mutasi dari dunia pendidikan formal. Yang ada dalam benak saya dulu, “Kalo gue keluar dari sekolah, maka gue harus bisa keliling dunia.” Dan naik pesawat adalah salah satu kendaraan yang mau ngga mau harus saya naiki. Kini impian (norak) 4 tahun lalu itu bisa saya realisasikan. Hebatnya lagi, saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun ketika saya menaiki pesawat untuk pertama kalinya.

Kota pertama di luar Jawa yang saya kunjungi adalah kota Makassar. Kota yang namanya tertera di tiket pesawat dengan nama Ujung Pandang ini merupakan kota yang saya ada amanah untuk ngisi training iDevo. Saya diminta kawan-kawan di sana untuk membagikan ilmu yang saya miliki.

Namanya orang norak, selalu berusaha untuk menikmati setiap detik sesuatu yang dia rasakan ketika sedang norak-noraknya. Ngga beda sama pengantin anyar dah. Mulai dari perjalanan saya dari Magetan ke Surabaya dengan menaiki bus Mira, dilanjut lagi perjalanan menuju Bandara Internasional Juanda. Saya jalan dengan perlahan, menikmati setiap detik waktu yang terbuang menuju titik krusial, menghayati langkah kaki di atas lantai keramik bandara.

Plonga-plongo ngeliatin petugas yang nyuruh saya untuk lepas tas buat dimasukin ke mesin X-Ray. Termasuk juga rasa kebelet saya masuk ke kabin pesawat, saking kebeletnya ketika di Gate 8 Juanda saya nyodorin tiket ke petugas Air Asia, padahal pesawat yang mau saya naiki adalah Garuda. Sama petugasnya dibilang “Maap mas, silahkan tunggu sebentar, ini masih jadwalnya Air Asia”. Malu-maluin emang, tapi saya ma nyantay aja, sambil nenteng MacBook kesayangan, biar ngga keliatan bego-bego amat, secara tampang udah ndeso, terus salah kamar pula :| Untung ada Mac (ngga nyambung).

Catatan ini saya tulis di Pesawat dengan seat 23F. Sambil motret-motret pemandangan yang keliatan dari pesawat.

Akhirnya mengangkasa juga.

Terus mendadak laper, entah mungkin karena kecape’an di pengalaman pertama naik pesawat (naik pesawat kok capek), akhirnya saya pesen beli makanan namanya “Nasi Goreng Jawa”, saya sendiri ngga ngerti alasan kenapa harus ada embel-embel “Jawa” nya. Yah, namanya juga seenak udel yang penting jadi nasi goreng dan enak dimakan. Ya ngga, ya ngga?

Gambar di menunya sih keliatan banyak, terus penyajiannya juga keliatan spesial, eh pas udah disajikan ternyata ngga sesuai harapan. Nasi seuprit, kemasannya pake kemasan yang sekali pakai. Jadi kesannya kaya makan di warteg terminal (tempat biasanya saya mondar-mandir kalo lagi jalan-jalan). Harganya juga nguras kantong. Nasi goreng dengan penjelasan tadi itu dihargai Rp 35.000. Haha, cukup buat ngganjel perut yang kecape’an karena pengalaman pertama naik pesawat (naik pesawat kok capet, -diulang).

Oke, nantikan cerita berikutnya tentang petualangan saya di Makassar bersama orang-orang gila.

I love Freedom!
Another dreams still waiting for execute!