Mengakomodir Anak

Ibrahim Vatih
17 December 2020

Sekitar satu tahun lalu, pas anak-anak udah mulai punya pola komunikasi yang baik sesama mereka, saya menyadari ada yang menarik.

Mereka suka kasih mainan satu sama lain. Farid kasih mainan ke Elina, begitu sebaliknya.

Problemnya, sebagaimana yang kamu semua juga tahu, kadang mainan yang udah dikasih itu tiba-tiba diminta lagi, sambil bilang, “Ini kan punyaku..”

Ributlah mereka, ngadu ke orangtuanya.

Sampai akhirnya, sekarang ada rule, bahwa serah terima mainan harus disaksikan ayah.

Setiap mainan yang dikasih, statusnya tidak sah, sebelum mereka berdua bersalaman di depan ayahnya, sebagai simbol kesepakatan para pihak.

Saya confirm, “Farid yakin mau kasih mainan ini ke Elina?” dan selalu saya pertegas, “Beneran?”

Sebelum mereka akhirnya salaman, saya kasih state pamungkas, “Nanti Farid ngga boleh ambil mainan ini lagi dari Elina..”

Farid mengangguk.

Mereka salaman.

Dan setiap yang menerima barang/mainan, wajib ucapkan terimakasih ke si pemberi.

Awal mula peraturan ini dijalankan, masih aja kejadian diminta lagi. Dan saya tegas membela anak yang terzolimi.

Sampai akhirnya, sekarang udah ngga ada lagi kejadian barang-barang yang dikasih itu diminta balik.

***

Tapi tetep perlu dicatat..

Ngga semua barang bisa diizinkan untuk dikasih. Tergantung sikon, spek, harga, kebutuhan, dan lainnya.

Misal, pernah suatu ketika, antar mereka mau kasih tas, bahkan sepeda, ya saya ngga izinkan.

Sometimes anak-anak terlampau baik, hatinya emang mulia, tapi saya mau ajarkan menjadi baik itu ada caranya, ada aturannya, ada kadarnya, dan ada saatnya.

***

Kita bukan orang tua yang sempurna, tapi seenggaknya kita bisa berusaha supaya anak-anak ngga kecewa sama ayah bundanya.