Kedatangan Tamu Agung

Kunjungan majalah Annida
Ibrahim Vatih
12 December 2014

Hari Selasa kemarin saya kedatangan tamu dari Jakarta. Namanya Agung, jadi ini beneran tamu Agung, lol. Salah seorang punggawa Annida. Ya, majalah yang sempet ngetrend banget beberapa tahun silam. Usianya kini udah 23 tahun.

Sebelumnya kita udah pernah ketemu di Jogja, setahun lalu. Pertemuan kali ini di kampung halaman saya di Magetan. Saya udah 3 bulan ini meninggalkan Jogja, berusaha keras untuk move-on dan membangun hal yang baru di desa. Aaaahh.

Annida digerus sama teknologi. Seperti kebanyakan majalah lain, khususnya yang bertemakan Islam yang udah satu per satu tumbang. Salah satu cara menyelamatkan diri adalah dengan ikut bermain di ranah digital.

Ya kira-kira itulah yang membuat tamu Agung silaturahim (lagi) ketemu saya. Intinya apa potensi yang bisa didapat Annida lewat versi online-nya dan bagaimana cara melakukan itu.

* * *

“Saya udah lewat stasiun Paron nih.” pesan Agung lewat WhatsApp.

Sebelumnya saya bilang kalo udah lewat Ngawi saya minta dikabari. Ngga lama setelah baca pesan itu saya meluncur ke stasiun Madiun sekitar jam 7 pagi.

Saya ajak sarapan khas Madiun dulu. Pecel.

Pecel ada di mana-mana, tapi yang rasa original susah dijumpai di kota-kota lain selain dari daerah asalnya.

Hari pertama dihabiskan untuk bahas problem sekaligus penyelesaiannya. Kita berdua saling ambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman yang pernah didapet. Selasa itu kita tutup dengan makan bakso di warung bareng anak-anak pesantren yang juga saya asuh.

* * *

Hari kedua kita jalan-jalan ke obyek wisata Magetan. Sarangan. Udara dingin dan pemadangannya yang masya Allah menjadi daya tarik banyak orang untuk dateng ke tempat ini. Kabar baiknya, kita jalan hari Rabu. Sepi! Sarangan serasa milik pribadi, heu.

Kita ngga cuma berdua. Ada adek saya, Umar Habib. Dan anak istri, Farid Zakaria sama Riva Sakina.

Makan sate, beli kacang rebus, mampir ke kebun strowberry, dan ngga lupa mencicipi pentol legendaris Lawu.

* * *

Singkat cerita, penutup hari kedua diisi sama obrolan santai, tentang target jangka panjang, tentang kehidupan dan ehm, rencana pernikahan tamu Agung.

Tepat jam 6 sore, saya anterin tamu Agung ke stasiun, mengantarnya untuk berpisah.

Perpisahan itu selalu memunculkan rasa yang campur baur di dalem hati. Kata orang bijak (lagi), jangan pernah mengharapkan pertemuan jika tak mengharap perpisahan. Gitu.

Diujung stasiun, saya titip salam buat temen-temen Annida di Jakarta. Good luck, semoga nama Annida tetap berkibar untuk generasi muda di era teknologi.

Salah satu majalah favorit saya dulu, ya suka aja sekarang bisa malah bisa bantu kasih saran dan masukan.

gunung