Beberapa waktu lalu saya minta masukan dari kawan-kawan di Facebook untuk memberi saran tema tulisan. Semua sarannya bagus, dan mungkin akan saya tulis beberapa masukan yang disampaikan.
Tulisan kali ini adalah salah satu usul dari kawan bernama Wahyu Septiarki. Barangkali ada di antara kalian yang dapat manfaat dair tulisan sederhana ini.
Satuan waktu itu ada detik, menit, jam, hari, pekan, bulan, dan tahun. Di bawah detik ada milidetik, di atas tahun ada windu, dekade, abad, dan lainnya.
Satuan waktu paling ideal untuk dijadikan evaluasi atau penilaian adalah pekan dan bulan. Tapi di sini saya mau bahas kegiatan harian keluarga dengan satuan pekan.
Karena satuan pekan ini adalah poros dari rutinitas berulang dalam kehidupan saya dan keluarga. Dan mungkin juga banyak orang lainnya.
Saya akan mulai dari rutinitas yang sifatnya harian (bangun tidur sampai tidur lagi). Baru kemudian akan ada tambahan catatan mengenai agenda-agenda yang sifatnya pekanan.
Yang pasti, terkait dengan pembagian waktu ini, saya membagi waktu utama menjadi 3 yaitu;
- Waktu saya.
- Waktu istri.
- Waktu keluarga.
Karena ada hal-hal yang memang dijalani oleh dan menjadi hak-tanggungjawab masing-masing, tapi ada juga yang hak serta tanggungjawabnya berkaitan dengan keluarga.
Baik yang urusan duniawi dan ukhrowi.
Untuk urusan langit misalnya, saya biasa melakukan amalan A tapi istri tidak, atau sebaliknya. Tapi juga ada amalan yang menjadi kesepakatan bahwa semua anggota keluarga wajib menjalankannya.
Bangun Tidur
Saya dan istri punya kebiasaan masing-masing.
Saya lebih sering bangun pas shubuh atau mendekati waktu shubuh sedangkan istri sudah bangun sejak jam 3 atau setengah 3 pagi dan sudah mulai beraktifitas. Itu sudah dia lakukan sejak masih bujang.
Istri memulai aktifitas pagi dengan sholat malam, beberes rumah, dilanjut sholat shubuh.
Kalau saya ada ritual khusus yang memang saya lakukan ketika bangun tidur.
- Mengusap muka dan anggota badan yang lecek karena tidur (ini sunnah).
- Baca syahadat, baca tasbih, tahmid, takbir, dan lahaula wa laa quwwata illa billah (sunnah).
- Baca do’a bangun tidur (sunnah).
- Baca do’a masuk kamar mandi, dan menunaikan panggilan alam, heheh.
Saya tidak mengajarkan ini ke istri, dan mungkin istri baru tahu kalau saya punya rutinitas ini ketika ia membaca tulisan ini :v
Ada banyak amaliyah lainnya yang saya tidak minta istri untuk mengamalkan juga. Tapi kadang-kadang saya ajarkan beberapa hal yang menurut saya fadhillahnya sangat luar biasa. Seperti salah satunya do’a masuk pasar.
Biasanya anak pertama saya sudah bangun dan kadang ikut saya ke masjid, tapi tidak sering. Dia lebih sering ikut ke masjid ketika sholat dzuhur dan ashar.
Setelah Shubuh
Sebagaimana pada umumnya dilakukan masyarakat, kami juga tilawah dengan target masing-masing. Terkadang dilanjutkan wirid ma’tsur (wirid pagi-petang) secara mandiri sendiri-sendiri.
Meski di rumah, ya tetap sendiri-sendiri. Ketika sedang tilawah, kadang anak ngelendot (nempel-nempel) ke bundanya, kadang ke ayahnya. Atau kadang main-main sendiri sambil bawa mushaf kecil yang memang kita khususkan untuk dia.
Karena dulu dia (Farid) sering ikut-ikutan ngaji “merampas” mushaf yang sedang kami baca.
Setelah Tilawah
Saya seringkali langsung ke depan komputer, memantau aktifitas online, melihat kinerja tim, melihat kinerja santri, dan menyiapkan to do list hari itu. Biasanya 30 menit selesai.
Kadang saya lanjut buka Steam dan main Dota 2, wkwk.
Selagi saya main game, istri saya masak nasi, ngemong anak, atau melakukan pekerjaan rumah tangga yang lain. Kayaknya jahat ya saya, tapi ini udah jadi habit. Alhamdulillah istri bisa memaklumi kekanak-kanakan saya, huhuhu.
Nanti dari jam 7.30 sampai jam 09.00 kegiatannya random. Ya masing-masing bebas mau ngapain.
Scroll Facebook, cek email, baca buku, baca resep, baca ilmu-ilmu baru, belajar via YouTube, atau hiburan juga via YouTube, dan lainnya.
Jam Aktif
Saya mempunyai jam aktif dari jam 09.00 sampai jam 15.00.
Itu adalah waktu di mana saya harus maksimal melakukan sesuatu yang produktif.
Pada jam itu disepakati bahwa istri dan anak-anak dilarang mengganggu kegiatan saya di ruang kerja.
Meski kerja di rumah, pada jam itu saya tidak boleh diusik dengan urusan rumah tangga. Tidak boleh diminta bantu gendong anak, cebokin anak, mandiin anak, atau apapun jenis bantuan lainnya terkait kerumahtanggaan.
Kecuali benar-benar sangat kepepet. Misal anak pertama kebelet anu-anu, dan anak kedua nangis minta perhatian. Yang memang agak susah dihandle semua sama emaknya, hehe.
Dhuha
Ini adalah program wajib keluarga, tapi pada prakteknya bisa dibilang masih suka bolong. Setidaknya setiap pekan harus ada hari yang terisi dengan dhuha.
Program ini dilakukan rentang waktu jam 08.00 sampai 11.00
Tidur Qailullah
Tidur siang adalah sunnah, tapi ulama berbeda pendapat apakah dilakukan sebelum atau sesudah dzuhur.
Yang saya temui, pendapat paling banyak termasuk dalam mazhab Syafii adalah tidur siang sebelum dzuhur.
Waktu tidurnya juga tidak lama. Cuma 30 menitan.
Kalau istri biasanya tidak tidur siang. Atau kalaupun sedang ingin tidur siang, ia tidurnya setelah dzuhur. Jadi saya bisa minta tolong dibangunin pas tidur siang sebelum dzuhur.
Dalam ilmu kesehatan modern, tidur siang punya segudang manfaat, dan semua pakar kesehatan sepakat durasi tidurnya tidak perlu panjang. Bahkan ada pendapat yang mengatakan cukup deep sleep selama 5 menit insya Allah sudah cukup recharge energi untuk setengah hari yang akan datang.
Silahkan Googling untuk fadhillah tidur siang lainnya dari sisi kesehatan modern.
Ngajar Pesantren
Di jam aktif ini (jam 09.00 sampai jam 15.00), jika waktu saya sedang luang (bisa karena sengaja saya luangkan), maka saya akan mengajar materi tentang internet marketing, kajian, dan mindset kehidupan ke para santri.
Memberi tugas-tugas, melakukan evaluasi, melakukan sidak, dan lainnya untuk memenuhi hajat para santri.
Ba’da Ashar
Setelah ashar adalah waktu bebas dalam keluarga.
Artinya, saya harus meninggalkan segala aktifitas pekerjaan dan urusan-urusan lain untuk full kembali menjadi ayah dan suami.
Tapi di sini bebas. Biasanya kita isi dengan saling cengkrama dengan anak, atau berduaan dengan istri duduk di sofa sambil ngobrolin hal-hal sepele yang geli, renyah, atau kadang-kadang serius.
Jelang Maghrib
Memasuki jam 5, kami wajib mengamankan aset-aset yang memang diperintahkan Nabi yang mulia untuk diamankan yaitu:
- Anak
- Pintu rumah
- Jendela rumah
Jam 17.00 sampai jam 19.00 anak tidak boleh ada di luar rumah sesuai perintah nabi. Pintu dan jendela ditutup sambil membaca basmalah di setiap proses menutupnya (setiap daun pintu dan daun jendela).
Kalau anak terpaksa harus keluar rumah pada jam terlarang itu, maka kita berikan doa perlindungan.
U’idzuka bikalimaatillaahit-taammah wa minkulli syaithonin-wahaammah wa minkulli ‘ainin-laammah..
Kemudian kita tiup dan usapkan ke tubuh anak-anak kami.
Dulu ketika Farid sudah kenal masjid, setiap kali adzan ia selalu minta ikut ke masjid, tapi kami ajarkan ketika maghrib dia tidak boleh ikut, dia harus di rumah, ini yang saya pahami dari penjelasan guru-guru saya, kalau ada yang beda pendapat ya monggo.
Secara spesifik memang saya menyebut gitu ke Farid,
“Farid ini maghrib, kamu sholat sama bunda di rumah, sama nabi ngga boleh keluar rumah.”
Awal-awal dulu dia selalu berontak dan ingin memaksa ikut. Sesekali saya bolehkan ikut dengan lebih dulu saya ajak doa bersama ucapkan doa perlindungan. Alhamdulillah sekarang kalau maghrib dia sudah paham harus sholat di rumah,
“Udah maghrib ayah, Farid sholat di rumah sama bunda ya ayah.”
Meski kadang udah bilang gitu, dia pasang wajah melas mau ikut, wkwk. Tetep aja saya larang ikut.
Buat saya, itu bagian dari proses tarbiyah ke anak.
Alhamdulillah juga, setiap kali terpaksa harus ke luar di waktu maghrib dia selalu siap-siap doa dulu angkat tangan, dan Alhamdulillah sudah hafal lafadz doanya. Saya sama Farid sering bareng-bareng doa itu, dan diakhiri dengan amin bersama.
Maghrib Sampai Isya
Program keluarga di jam ini adalah kumpul keluarga dengan bersama-sama membaca wirid ma’tsur.
Berbeda dengan pagi yang dibaca sendiri-sendiri, kalau petang ini jadi program keluarga. Di mana saya, istri, dan anak-anak semua kumpul di satu ruangan (kadang di atas kasur di kamar tidur) dengan sama-sama membaca wirid.
Kurang lebih sekitar 10 sampai 15 menit.
Selesai membaca, kita tiup ke telapak tangan dan kita usap ke seluruh tubuh. Kami saling usap. Saya usap istri, istri usap saya, saya ke anak-anak, istri juga ke anak-anak, dan masing-masing ke diri sendiri. Sekaligus mencontohkan ke anak-anak.
Setelah wirid selesai kembali ke program masing-masing. Kadang saya balas-balas chat di WA, FB, atau lihat komen di web. Menunggu sampai isya.
Setelah Isya
Super bebas, semaunya sendiri, wkwk.
Biasanya jam 8 atau jam 9 istri sudah terlelap. Anak-anak nyusul bundanya. Saya masih ngutek-ngutek dunia maya.
Kami sepakat jam paling larut adalah jam 11 malam.
***
Kira-kira itu kegiatan sehari-hari kami. Nothing special, cuma berusaha untuk bisa istiqomah dengan kegiatan dan kebaikan yang sederhana.
***
Selanjutnya saya akan bahas agenda pekanan.
Family Time
Setiap hari selalu ada family time, di mana saya secara khusus menyediakan waktu untuk bermain dengan anak.
Karena kalau sama bundanya pasti terjaga kualitas waktu anak-anak, tapi tidak dengan ayah. Ayah harus alokasikan waktu khusus.
Saya sering bermain dengan Farid sebagai laki-laki. Permainan yang strong, keras, dan membuat bunda nyot-nyotan ngeri. Yang impossible dilakukan sama bunda.
Lempar muter-muter, dibalik-balik, origami kertas pesawat (ini khas banget ya), kelitik sampe ketawa pingkel-pingkel, kejar-kejaran sampe saya capek.
Saya juga rutin sepedahan keliling kampung, biasanya kalau pagi saya sama Farid naik sepeda menempuh 3 sampai 4 KM perjalanan menyusuri sawah-sawah dengan judul beli jajanan sehat, atau sarapan pagi, sambil pulang bawa bungkusan untuk yang di rumah.
Kalau pas hari Jum’at saya ajak Farid ziaroh ke makam eyang buyutnya. Eyang saya. Beliau dulu yang mbabat alas buka lahan dakwah pesantren. Cuma berdua, ziaroh di Jum’at pagi atau sore. Ini juga sunnah di mazhab Syafii (ziaroh pada hari Jum’at). Saya ajak Farid kirim doa dan Fatihah di sebelah makam beliau.
Naik sepeda adalah kegiatan yang paling ditunggu-tunggu Farid.
Selama perjalanan saya selalu ajak ia ngobrol, meski obrolannya itu-itu saja. Objek yang kemarin pernah dibahas, ketika dilewati lagi ya akan dibahas lagi. Misal sungai, ayam, truk, bus, dll. Gitulah. Saya harus sabar.
Itu family time harian.
Kalau yang pekanan, family time kita adalah kencan keluarga pergi ke suatu tempat yang sederhana, yang penting bisa makan dan minum, sambil lihat sekeliling.
Harinya tidak pasti, tapi kami berusaha untuk rutin mengamalkan setiap pekan. Rutinitas ini bisa menjadi wasilah untuk menjaga kualitas keluarga.
Al Kahfi
Ini bagian dari program keluarga.
Kalau kebanyakan teman-teman mungkin bacanya setelah Isya hari Kamis malam (yang mana sudah masuk waktu Jum’at, dan memang ini waktu yang lebih utama). Saya sama istri bacanya hari Jum’at setelah shubuh.
Banyak fadhilahnya, bisa Googling atau baca ini http://www.satujam.com/keutamaan-surah-al-kahfi/.
Sepakbola Tiap Selasa dan Jum’at
Karena ini adalah program Sintesa, saya jadi bisa ikut. Ya seneng aja bisa bal-balan rutin, sambil olahraga sambil seneng-seneng.
Kerja online harus seimbang konsumsi dan pola hidupnya.
Liqo
Saya sama istri punya agenda ini masing-masing.
Ini agenda yang insya Allah useful. Buat kamu yang dulu pernah, tapi sekarang ngga (apapun alasannya), balik lagi yuk.
Kekecewaan selalu ada dalam setiap kehidupan. Kita ngga akan pernah puas dengan keadaan kalau menuntut sesuatu yang ideal.
Bahkan di dalam keluarga kita sendiri, nilai-nilai yang ideal sesuai keinginan kita, tidak semudah itu diterapkan.
Itu kenapa saya membuat waktu menjadi 3. Waktu saya, waktu istri, dan waktu keluarga.
Seharusnya juga begitu untuk jama’ah. Kehidupan jama’ah adalah kehidupan tersendiri. Kehidupan keluarga adalah tersendiri, dan pribadi adalah tersendiri. Semuanya harus dipisahkan.
Maksimalkan idealisme itu untuk kehidupan pribadi. Tapi bijak terhadap idealisme ketika berada di keluarga, jama’ah, juga masyarakat.
Silahkan sujud 10 menit ketika sholat sendiri (dhuha, tahajjud), tapi cukuplah 10 detik ketika menjadi imam di keluarga atau di masyarakat.
Buat saya, liqo itu saya niatkan kumpul sama orang-orang sholeh, bukan sarana yang penuh untuk menuntut ilmu. Apalagi tinggal dan liqo di kampung.
Kalau mau agak sarkas ya, sedikit sekali ilmu yang bisa didapat di halaqoh, di daerah pula. Lebih banyak muroja’ah ketimbang bertambahnya.
Justru di situ letak tarbiyahnya. Belajar untuk konsisten, belajar untuk mengikuti tertib, dan belajar untuk selalu duduk dengan orang sholeh.
Ada banyak cara untuk menuntut ilmu, liqo hanya sebagian kecilnya.
Be wise aja intinya.
Membaca Doa
Hampir setiap aktifitas kami isi dengan doa.
Ada banyak doa yang kita hafalkan. Terutama pada aktifitas yang berulang.
- Doa masuk pasuk pasar.
- Doa punya barang baru.
- Doa setelah sholat dhuha.
- Doa ketika safar.
- Doa perlindungan anak.
- Doa masuk kamar mandi (dan keluar).
- Doa ketika wudhu, setelah wudhu.
- Doa ketika sakit (ringan dan berat). Misal pas anak jatuh atau terbentur.
- Mau tidur, bangun tidur.
- Mau makan, setelah makan.
- Doa dijaga iman, hidayah.
- Doa perlindungan fitnah.
- Doa pasangan dan keturunan yang baik.
Dan doa-doa lainnya.
To Do List
Kami punya kebiasaan rutin mencatat setiap hal yang ingin dikerjakan pada hari itu, atau hal-hal yang urgent dan soon harus dikerjakan.
Kami punya banyak sticky note dan nempel di mana-mana di rumah. Sampe anak ikut-ikutan sok nempel sticky note yang udah dia coret-coret sendiri. Itu sangat membantu kegiatan kami yang agak-agak random.
Kami harus menentukan kehidupan kami sendiri karena kerja di rumah itu bisa melalaikan kalau tidak ada perencanaan yang tertata rapi.
Terlibat di Masyarakat
Individu-individu di dalam keluarga harus punya peran di masyarakat, yang dengan itu bisa menjadikan suara-suara kita dipertimbangkan di masyarakat.
Ada beberapa orang tetangga yang akhirnya dekat dan suka mendengarkan pendapat-pendapat kita mulai dari yang sederhana sampai yang tentang masalah-masalah kehidupan mereka.
Dari situ pelan-pelan disisipkan nilai dakwah dan pesan-pesan keislaman.
Kesimpulan
Saya mau membuat kesimpulan ini jadi beberapa poin.
Pertama, punya agenda pekanan itu penting, kemudian dibreakdown ke harian.
Kedua, jangan buat sistem atau ketentuan yang ribet di dalam keluarga. Jangan tumpahkan semua idealisme kita di keluarga. Biasakan musyawarah dan evaluasi.
Ketiga, saya punya sistem seperti yang sekarang itu ya ngga mendadak begitu. Berproses.
Jadi misalnya 1 bulan latihan istiqomah wirid ma’tsur, setelah itu ditambah lagi amaliyah atau kegiatan lain seperti menghafal doa kalau punya barang baru, diamalkan.
Ditambah lagi latihan buat to do list yang istiqomah.
Pelan-pelan.
Alhamdulillah sudah jalan 6 tahun berkeluarga, ngga kerasa. Sistem yang ada sekarang adalah hasil penggodokan trial and error selama berbulan-bulan sampai jadi pola dan kebiasaan.
Keempat, jangan banyak-banyak, yang penting istiqomah. Banyak hadits yang menerangkan tentang keutamaan yang sedikit tapi istiqomah.
Kelima, semua butuh latihan. Dan butuh banyak korban perasaan, wkwk. Tapi nanti di situlah letak hadirnya kematangan.
Keenam, selalu minta pertolongan Allah. Doa, doa, doa, zikir, shalawat, diperbanyak. Sebagai wasilah tercapainya permohonan dan niat kita.
Catatan Penting
Terakhir nih. Saya dan keluarga adalah manusia biasa yang banyak lalai dan salah. Agenda di atas adalah sebagian bentuk ikhtiar kami untuk bisa mencapai kehidupan yang ideal.
Pada prakteknya syaithan selalu mennalankan pekerjaannya. Ditambah lagi dengan minimnya kadar keimanan kami, jadilah sunnatullah yazidu-wa-yanqus.
Kehidupan kami ngga sempurna, tapi dengan adanya acuan seperti di atas, kami tahu apa yang musti dilakukan ketika ada problematika dan dinamika dalam berkeluarga.
Insya allah seperti itu. Monggo kalau ada yang mau diskusi di bawah silahkan.